Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan

 

 

Pasal 73 

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturan perundangundangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini. 

 

Pasal 74 

(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dari perkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaian secepatnya. 

(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi, peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta proses pemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan dilakukan Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.  

 

Pasal 75 

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:  

a. Melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;   

b. Memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

c. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai Saksi;

d. Menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka; 

e. Memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidana dalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

f. Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

g. Menangkap dan menahan orang yang diduga melakukan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. Melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;  

i. Melakukan penyadapan yang terkait dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;

j. Melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan; 

k. Memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

l. Melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asam dioksiribonukleat  (DNA),  dan/atau tes bagian tubuh lainnya; 

m. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka; 

n. Melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dan tanaman; 

o. Membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos dan alat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

p. Melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang disita; 

q. Melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang bukti Narkotika dan Prekursor Narkotika;  

r. Meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan 

s. Menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 

 

Pasal 76

(1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak surat penangkapan diterima penyidik. 

(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud  pada ayat (1) dapat diperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam. 

 

Pasal 77 

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakan setelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapan diterima penyidik. 

(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan. 

(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama. 

(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

 

Pasal 78 

(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukan penyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izin tertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.  

(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam Penyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilan negeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).  

 

Pasal 79 

Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf j dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan. 

 

Pasal 80 

Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, juga berwenang:

 (1) Mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barang bukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksa penuntut umum; 

(2) Memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasil penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika milik tersangka atau pihak lain yang terkait;

(3) Untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yang sedang diperiksa; 

(4) Untuk mendapat  informasi dari pusat pelaporan dan analisis transaksi keuangan yang terkait dengan 

(5) Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika; 

(6) Meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; 

(7) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepada instansi terkait; 

(8) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementara izin, lisensi, serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika untuk dilakukan Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan ;

(9) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri. 

 

Pasal 81 

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNN berwenang  melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan Undang-Undang ini. 

 

Pasal 82 

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana berwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. 

(2) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang: 

(a) Memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

(b) Memeriksa orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

(c) Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

(d) Memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

(e) Menyita bahan bukti atau barang bukti perkara penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

(f) Memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang adanya dugaan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; 

(g) Meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan 

(h) Menangkap orang yang diduga melakukan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. 

 

Pasal 83

Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. 

 

Pasal 84

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secara tertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pula sebaliknya. 

 

Pasal 85 

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentu berkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan UndangUndang tentang Hukum Acara Pidana. 

 

Baca Juga

 

Demikian Artikel Penyidikan, Penuntutan, Dan Pemeriksaan Di Sidang Pengadilan Yang Saya Buat Semoga Bermanfaat Ya Mbloo:)

 



Artikel Terkait