Pernikahan adalah sunnatullah yang berlaku umum bagi semua makhluk Nya. Al-Qur`an menyebutkan dalam Q.S. adz-zariyat /51:49.
“Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.“
Islam sangat menganjurkan pernikahan, karena dengan pernikahan manusia akan berkembang, sehingga kehidupan umat manusia dapat dilestarikan. Tanpa pernikahan regenerasi akan terhenti, kehidupan manusia akan terputus, dunia pun akan sepi dan tidak berarti, karena itu Allah Swt. mensyariatkan pernikahan sebagaimana difirmankan dalam Q.S. an-Nahl/16:72.
Rukun dan Syarat Pernikahan
Para ahli fikih berbeda pendapat dalam menentukan rukun dan syarat pernikahan. Perbedaan tersebut adalah dalam menempatkan mana yang termasuk syarat dan mana yang termasuk rukun. Jumhur ulama sebagaimana juga mażhab Syafi’i mengemukakan bahwa rukun nikah ada lima seperti dibawah ini.
a. Calon suami, syarat-syaratnya sebagai berikut:
- Bukan mahram si wanita, calon suami bukan termasuk yang haram dinikahi karena adanya hubungan nasab atau sepersusuan.
- Orang yang dikehendaki, yakni adanya keridaan dari masing-masing pihak. Dasarnya adalah hadis dari Abu Hurairah r.a, yaitu: Dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan sehingga ia diminta izinnya.” (HR. al- Bukhori dan Muslim).
- Mu’ayyan (beridentitas jelas), harus ada kepastian siapa identitas mempelai laki-laki dengan menyebut nama atau sifatnya yang khusus.
b. Calon istri, syaratnya adalah:
- Bukan mahram si laki-laki.
- Terbebas dari halangan nikah, misalnya, masih dalam masa iddah atau berstatus sebagai istri orang.
c. Wali, yaitu bapak kandung mempelai wanita, penerima wasiat atau kerabat terdekat, dan seterusnya sesuai dengan urutan ashabah wanita tersebut, atau orang bijak dari keluarga wanita, atau pemimpin setempat, Rasulullah saw. bersabda:
“Tidak ada nikah, kecuali dengan wali.” Umar bin Khattab ra. berkata, “Wanita tidak boleh dinikahi, kecuali atas izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya atau seorang pemimpin”. Syarat wali adalah:
- orang yang dikehendaki, bukan orang yang dibenci,
- laki-laki, bukan perempuan atau banci,
- mahram si wanita,
- balig, bukan anak-anak,
- berakal, tidak gila,
- adil, tidak fasiq,
- tidak terhalang wali lain,
- tidak buta,
- tidak berbeda agama,
- merdeka, bukan budak.
Baca Juga :
- Memahami Makna, Hikmah, Hakikat Beriman kepada Hari Akhir
- Memahami Makna, Ayat, dan Hadis Larangan Pergaulan Bebas dan Zina
- Kisah Dua Malaikat Pencuci Hati Nabi
d. Dua orang saksi. Firman Allah Swt.:
“Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kalian”. (Q.S. at-Țalaq/65:2). Syarat saksi adalah:
- Berjumlah dua orang, bukan budak, bukan wanita, dan bukan orang fasik.
- Tidak boleh merangkap sebagai saksi walaupun memenuhi kwalifikasi sebagai saksi.
- Sunnah dalam keadaan rela dan tidak terpaksa.
e. Sigah (Ijab Kabul), yaitu perkataan dari mempelai laki-laki atau wakilnya ketika akad nikah. Syarat shighat adalah:
- Tidak tergantung dengan syarat lain.
- Tidak terikat dengan waktu tertentu.
- Boleh dengan bahasa asing.
- Dengan menggunakan kata “tazwij” atau “nikah”, tidak boleh dalam bentuk kinayah (sindiran), karena kinayah membutuhkan niat sedang niat itu sesuatu yang abstrak.
- Qabul harus dengan ucapan “Qabiltu nikahaha/tazwijaha” dan boleh didahulukan dari ijab.
Pernikahan yang Tidak Sah
Di antara pernikahan yang tidak sah dan dilarang oleh Rasulullah saw. adalah sebagai berikut.
a. Pernikahan Mut`ah, yaitu pernikahan yang dibatasi untuk jangka waktu tertentu, baik sebentar ataupun lama. Dasarnya adalah hadis berikut:
“Bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan mut’ah serta daging keledai kampung (jinak) pada saat Perang Khaibar". (HR. Muslim).
b. Pernikahan syighar, yaitu pernikahan dengan persyaratan barter tanpa pemberian mahar. Dasarnya adalah hadis berikut: “Sesungguhnya Rasulullah saw. melarang nikah syighar. Adapun nikah syighar yaitu seorang bapak menikahkan seseorang dengan putrinya dengan syarat bahwa seseorang itu harus menikahkan dirinya dengan putrinya, tanpa mahar di antara keduanya.” (HR. Muslim)
c. Pernikahan muhallil, yaitu pernikahan seorang wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya yang karenanya diharamkan untuk rujuk kepadanya, kemudian wanita itu dinikahi laki-laki lain dengan tujuan untuk menghalalkan dinikahi lagi oleh mantan suaminya. Abdullah bin Mas’ud berkata: “Rasulullah saw. melaknat muhallil dan muhallal lahu”. (HR. at-Tirmiżi)
d. Pernikahan orang yang ihram, yaitu pernikahan orang yang sedang melaksanakan ihram haji atau 'umrah serta belum memasuki waktu tahallul. Rasulullah saw. bersabda: “Orang yang sedang melakukan ihram tidak boleh menikah dan menikahkan.” (HR. Muslim)
e. Pernikahan dalam masa iddah, yaitu pernikahan di mana seorang lakilaki menikah dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa iddah, baik karena perceraian ataupun karena meninggal dunia. Allah Swt. berfirman: “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis ‘iddahnya”. ( Q.S. al-Baqarah/2:235)
f. Pernikahan tanpa wali, yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin walinya. Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”
g. Pernikahan dengan wanita kafir selain wanita-wanita ahli kitab, berdasarkan firman Allah Swt.: “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu". (Q.S. al-Baqarah/2:221)
h. Menikahi mahram, baik mahram untuk selamanya, mahram karena pernikahan atau karena sepersusuan.
Baca Juga yuk :
- Ketentuan Pernikahan dalam Islam Yang Harus Kamu Ketahui
- Jenis Dan Keutamaan Ibadah Haji
- Memahami Makna Pengendalian Diri, Prasangka Baik, Husnużżan dan Persaudaraan
Demikian artikel tentang Rukun dan Syarat Pernikahan, Semoga bermanfaat.